Friday, January 23, 2015

Angels & Demons: Movie and Book Review

BUKU

Saya tahu ada buku berjudul Angels & Demons, dan pertama tahu ada penulis bernama Dan Brown, ketika saya kelas 7 SMP. Saya tertarik untuk membaca buku itu karena judulnya, tapi saat itu dia bukan buku prioritas saya. Beberapa tahun kemudian, saya beli The Da Vinci Code dan tersihir karenanya. Kemudian saat The Lost Symbol terbit, saya langsung beli. Ketika Inferno terbit, saya langsung baca, meski tidak beli sendiri. Sampai akhir tahun lalu, saya sudah lupa pada Angels & Demons.

FILM 

Akhir tahun lalu adalah kali kedua saya nonton film Angels & Demons. Sebelumnya saya kurang ngerti sama jalan cerita dan bagaimana endingnya. Saat nonton kedua kalinya inilah saya menikmati Angels & Demons.


Saya tidak memiliki ekspektasi apapun karena belum membaca bukunya. Semua yang terjadi dalam film adalah pengalaman pertama saya, dan saya menikmati setiap momen yang terjadi dalam film. Meski tempo ceritanya agak cepat dan arah ceritanya jelas kemana, film ini tetap enak untuk diikuti. Bagian action-nya seru. Berhubung Pak Langdon sudah berumur dan ga jago bela diri, akan agak aneh jadinya kalau beliau terlalu cekatan. Jadi menurut saya proporsi action dalam film ini sudah pas.

Rasa deg-degan yang timbul setiap nunggu jam eksekusi, mencari petunjuk untuk setiap altar, bikin saya ikut menyemangati Langdon meski tidak bisa membantu berpikir. Elemen suspensenya dapet sih. Nebak-nebak siapa yang berkhianat juga bikin bagian misterinya oke. Bagian akhir film lebih oke lagi. Sejak keadaan berbalik, mata jadi lebih jeli memperhatikan gerak-gerik setiap karakter biar tidak ada yang terlewat. Seru.

Kalau soal karakter, menurut saya Vittoria kurang berasa kehadirannya dalam film. Saya kurang mengerti, wanita seperti apa si Vittoria ini. Padahal dia lumayan sering muncul di layar, sayang sekali kurang jelas karakternya, jadi kaya ngikutin kemana Langdon pergi aja gitu. Karakter yang saya suka adalah Richter. Dia mencurigakan tapi juga terlihat perhatian haha. Bikin bingung dan bikin acara tebak-menebak makin seru. Camerlengo juga sama kaya Richter, tapi kalau yang ini bikin saya nggak suka. Entah bagian apa dari karakternya. Tapi kalau akting si artisnya bagus sih, pas gitu sama Camerlengo. Secara keseluruhan saya menikmati film ini.

BUKU

Setelah menonton film Angels & Demons untuk kedua kalinya, saya penasaran dengan bagaimana Dan Brown menceritakan petualangan Langdon ini. Miripkah film dengan bukunya?

Setelah membaca bagian awal buku, saya merasa kagum dengan bagian awal yang digunakan di film. Bagian awal film benar-benar seperti bagian pendahuluan, menyiapkan kita untuk masuk ke cerita inti yang kental hubungannya dengan gereja dan kepausan.

Selagi membaca buku, saya mengingat-ingat. Adakah karakter Kohler di film? Di buku, karakter Kohler begitu kuat dan berpengaruh besar pada keberjalanan cerita, dialah yang mengundang Langdon untuk menyelidiki kasus pembunuhan seorang ilmuwan CERN. Segala tindakannya di buku berpengaruh banyak pada alur berpikir saya dan mempengaruhi kecurigaan saya soal siapa yang berkhianat. Kalau ketidakmunculan Macri dan Glick saya dapat mengerti, memang tidak berpengaruh banyak.

Omong-omong ini jadi membandingkan buku dan film ya, bukan mereview buku haha.

Secara keseluruhan, saya menikmati buku ini. Berhubung saya bukan Katolik dan kurang mengerti soal tradisi dalam Gereja Vatikan, saya tidak merasakan ada yang janggal dalam buku ini. Semua setting dan budaya terasa normal-normal saja. Porsi action dan suspense pas. Saya tidak dapat lepas dengan mudah ketika sudah mulai membaca buku ini. Karena berpindah-pindah sudut pandang, cerita ini terasa adil dan lengkap. Setiap karakter membawakan kisah ini dengan caranya masing-masing. Adanya Macri dan Glick lumayan seru untuk meredakan adrenalin yang meningkat ketika Langdon berusaha keras mencari petunjuk yang menyatakan letak altar ilmu pengetahuan.

Di buku, saya suka karakter Kohler dan Vittoria. Kohler yang digambarkan sebagai manusia yang kurang manusiawi justru paling manusiawi dibandingkan tokoh yang lain. Vittoria menggambarkan hubungan spesial ayah-anak dengan baik. Kisah-kisah masa kecilnya membuat saya merasakan kehangatan kasih ayah Vittoria. Caranya bertindak dan isi pikirannya memberi tahu saya bahwa dia sangat mencintai ayahnya.

Di buku, saya justru bingung dengan nama para Garda Swiss. Entah karena antara film dan buku karakter-karakter ini digambarkan jauh berbeda, entah karena karakternya kurang khas sehingga saya sering tertukar. Chartrand yang ada dalam benak saya adalah orang yang mudah terpesona oleh karisma seseorang dan keajaiban Tuhan. Namun Chartrand yang saya temukan di film adalah petugas yang suka merokok kemudian ditraktir rokok. Olivetti yang ada dalam benak saya adalah Richter dalam film, terus ternyata salah haha. Atau mereka memang dicampur karakternya entahlah. Yang jelas tindakan Kohler jadi tindakan Richter kalau di film.

Keduanya

Saya suka sekali dengan cara yang buat film memotong dan menyambung isi dari buku. Ketika saya menonton film saya tidak merasa ada bagian yang hilang. Namun ketika saya membaca buku saya merasa lengkap. Beda dengan The Da Vinci Code yang filmnya terasa lompat-lompat dan kurang meyakinkan karena agak kurang berdasar argumennya. Saya suka kedua versi Angels & Demons ini.

Omong-omong saya suka dengan momen ketika Kardinal Baggia diselamatkan oleh orang-orang di sekitar air mancur. Rasanya sisi kemanusiaan tersentuh gitu. Dan ini nggak ada di bukunya. Bravo lah filmnya haha

0 comments:

Post a Comment