Monday, August 31, 2015

Gejolak dalam Hati

Catatan harian selayaknya berisi keseharian yang biasa-biasa saja. Sepertinya saya sudah meninggalkan makna catatan harian sejak beberapa hari lalu dengan terlalu memikirkan apa yang sebaiknya saya tulis. Untuk memenuhi permintaan pembaca setia yang tadi nanyain blog saya, hari ini saya mau cerita soal kejadian hari ini.

Pagi ini saya mandi lebih pagi dari biasanya karena mesti ke kampus untuk pelatihan asisten praktikum tapi juga mesti keramas plus nunggu rambut kering tanpa pake hairdryer. Kalimat apa barusan ya terlalu banyak informasi haha. Saya, Daryl, dan Pratama janjian ke Laboratorium Dasar Teknik Elektro (Labdas) pukul 9 pagi. Namun karena kemageran akut dan gejolak dalam hati yang mengatakan besok saja mulai pelatihannya, saya baru tiba di kampus pukul 9.45. Gejolak dalam Hati I.

Bimbang lebih baik ke labdas hari ini atau besok, akhirnya saya mengurungkan niat karena mengetahui Pratama dan Daryl udah naik duluan (labdas ada di lantai 3). Maka saya menghabiskan 1 jam waktu saya untuk diam di HME, ngobrol sama beberapa orang, ketawa-ketawa ga jelas (seperti biasa), main pingpong bersama Nadhifa, makan cronut yang dibeli kemarin tapi ga dimakan karena ga boleh dibawa masuk ke Focal Point, baca materi kuliah, dan lain-lain. Oya saya ngasih lolipop ke Ali sebagai balasan yang tanggal 16 Agustus kemarin. Terima kasih Ali.

Kelas Pengolahan Citra Digital dimulai pukul 11. Seperti yang pernah saya ceritakan, kelas ini seru dan menginspirasi. Kali ini Ibu Tati LR Mengko (dosen kelas PCD) mengundang Bapak Richard Mengko untuk "mengganggu" kami selama 10 menit. Dimulai dengan menunjukkan futuretimeline.net, Pak Richard sukses mendapatkan seluruh perhatian kami. Dua hal menarik yang beliau tekankan yaitu
Hati-hati dengan cara (kalian) berpikir ke depan, dunia nanti bukan lagi dunia sekarang.
Hati-hati (dengan masa kuliah yang) 4 tahun ini. Kalau tidak berhati-hati, kesusahan Indonesia akan semakin panjang.
Kemudian di akhir kelas, hati dan pikiran saya kembali bergejolak. Mau saya balas dengan cara bagaimana rakyat yang sudah membiayai saya kuliah sekarang. Apalagi kalau nanti S2 dibantu LPDP, berat sekali tanggung jawab di pundak ini. Gejolak dalam Hati II.

Saya makan siang bersama Daryl, Pratama, dan Bianca. Pas makan siang ini kami bahas rencana nonton nanti malam. Hati saya bimbang menentukan pilihan: (a) tetap di kampus untuk rapat dilanjutkan audiensi, (b) rapat kemudian bolos audiensi dan nontonnya telat, atau (c) bolos keduanya biar bisa on time di bioskop. Pilihan sulit. Gejolak dalam Hati III.

Selesai makan siang, saya dan Pratama ke labdas untuk pelatihan asisten Sistem Digital. Saya baru sampai percobaan 1B namun harus udahan karena ada kelas Kebijakan Iklim. Yaudah saya kelas. Ternyata saya melewatkan satu deadline tugas karena saat pertemuan pertama ga kedengeran kalo ada tugas. Timbul niatan untuk drop kelas ini. Gejolak dalam Hati IV. Tapi udah tidak bergejolak karena saya memutuskan untuk lanjut, kelas ini seru jadi sayang untuk dilewatkan. Semoga kak Nyoman juga seyakin saya.

Kelas Kebijakan Iklim selesai pukul 16.30. Tiba saat untuk menentukan langkah menyikapi Gejolak dalam Hati III. Akhirnya saya putuskan opsi b sebagai pilihan paling memungkinkan. Di masa penentuan ini, saya didampingi orang kasmaran yang sepertinya lagi doyan curhat, dan video ini


serta video spektakuler ini


Kasmaran sebenarnya kata yang saat ini digunakan Pratama untuk menggambarkan keadaan seorang teman dekat kami yang kemudian saya gunakan untuk teman dekat kami yang lain. Oya Rizky bikin Stick Bomb juga tapi pendek jadi cuma sebentar. Tapi keren sih.

Rapat yang saya hadiri selesai pukul 19.05 sedangkan film Paper Towns mulai pukul 19.15. Jadi naik motor ugal-ugalan ya begitulah. Filmnya mungkin akan saya review di post lain, mungkin juga tidak. Selesai nonton, saya, Astari, Arsita, Bianca, Pratama, dan Aghnia makan di Bakmi GM. Ini kali pertama saya makan di sini. Mungkin akan saya review di post lain, mungkin juga tidak haha. Arsita menceritakan isi novel Paper Towns dan saya jadi ingin baca. Padahal The Fault in Our Stars yang ada di rumah belum saya sentuh. Tahun ini sepertinya saya agak kurang membaca buku.

Zorro saya tinggal di depan Perahu, tentu saja titip ke bapak parkir. Saya keluar Cihampelas Walk saat malam sudah larut. Pas saya tiba di Perahu, bapak penjaga parkir yang rumahnya di Astana Anyar tersebut terlihat terkantuk-kantuk menunggu saya. Maafkan saya ya Pak. Mengobrol dengan teman dekat membuat saya lupa kalau saya ditungguin sama Bapak.

Sekian cerita hari ini. Sampai jumpa kapan-kapan.

0 comments:

Post a Comment