Wednesday, July 15, 2015

Cinta yang Hambar

Relatif

Rasa hambar itu relatif. Ketika kita makan nasi dengan ayam gulai di rumah makan padang, bumbu si ayam begitu kuat dan nempel di lidah sampai manisnya nasi tidak terasa.

Saya pernah bilang ke seorang teman, "kalau ga ada kesulitan, bahagia terasa hambar."

Dipengaruhi oleh reference point.

Karena bertemu kesulitan, kita jadi bandingkan rasa sulit itu dengan perasaan sebelumnya sehingga yang sebelumnya terasa bahagia.

Terbiasa Dicintai

Cinta menjadi hambar karena kita terbiasa dicintai. Biasa diucapin selamat pagi, biasa dijadikan tempat curhat, biasa dichat, biasa diajak makan bareng. Karena biasa, jadinya biasa-biasa aja. Padahal semua yang saya sebut itu pertanda kita orang yang dicintai atau dianggap dekat atau dianggap menyenangkan dan atau atau yang lain lo.

Ada Barang Baru

Ketika ada yang baru yang melakukan hal yang biasa kita terima di atas, rasanya beda. Barang baru menimbulkan kebahagiaan instan karena kita tidak terbiasa hidup bersama si barang baru itu. Itu makanya ditanya "berbuka di mana?" sama orang baru terasa lebih menggelitik dibandingkan dengan ditanya pertanyaan yang sama oleh teman kosan.

Kembali Menikmati Cinta

Cinta yang saya maksud dari bagian paling atas tadi cinta dalam bentuk umum loh ya, bukan cinta-cintaan yang itu. Nah menilik bagian pertama soal relatif tadi, menurut saya ga perlu kehilangan dulu (ada kesulitan) baru bisa kembali merasakan nikmatnya dicintai. Masa mau kehilangan orang tua dan sahabat dulu buat merasakan hangatnya cinta mereka? hehe

Kalau yang saya rasakan sih, cuma perlu berjalan, berpikir, dan berproses lebih lambat untuk menghadirkan nikmat itu. Bisa dengan sengaja ketemuan untuk ngobrol santai sama sahabat, balas chat lama-lama untuk menikmati setiap momennya, makan lebih lambat untuk mengecap setiap detail masakan, menarik nafas lebih dalam untuk merasakan segarnya udara, dan masih banyak lagi. Diberi penghayatan disetiap momen.
source: flickr.com/photos/lexrex
Mengutip renungan saya di LEN saat KP tapi ga KP (Dirga nonton Days of Future Past, Gunawan nonton Agents of Shield), Ramadhan adalah bulan yang membuat saya dapat menghadirkan nikmat dicintai.

Mungkin saya beruntung karena tinggal di perumahan yang masjidnya hidup, kuliah di kampus yang masjidnya hidup, KP di perusahaan yang masjidnya hidup, ngekos di kosan yang orang-orangnya semangat saat Ramadhan, dan beruntung pula karena masih ketemu sama Ramadhan tahun ini. Karena lingkungan yang mendukung, plus jam kerja yang lebih longgar dan santai, saat Ramadhan membuat segala hal jadi penuh penghayatan.

Nikmat sesederhana ada temen saur dan berbuka (dan temen main sampe kembali saur wkwk) aja udah luar biasa. Apalagi ternyata nikmat dari Allah tak kunjung ada habisnya. Perjalanan HME ke Salman pulang pergi tarawih sendirian membuat saya sadar nikmat bisa berjalan, bernapas menghirup udara bersih, makan yang layak, minum air bersih, wudhu pake air bersih, dan nikmat hidayah. Rasa khusyu dan tumaninah di Salman juga yang membantu saya kembali menemukan debar dan gemetar ketika nama-Nya disebut. 

Satu hal yang saya sadar dan bikin saya semakin merasa dicintai adalah doa yang dikabulkan. Doa ini saya tujukan kepada dua orang teman dekat saya, doa yang isinya sama. Yang satu terlihat sudah disentuh, semoga yang satu lagi menyusul. Entah karena yang mendoakan dia banyak atau memang sudah saatnya, tapi sungguh saya bahagia doa ini dikabulkan. Doa lain yang mungkin dikabulkan adalah soal kerja praktik. Kemarin perusahaan idaman menelepon saya lagi, menawarkan wawancara tanggal 7 Agustus 2015. Tapi saya masih harus berdoa lagi untuk minta petunjuk, tinggalkan kuliah selama sekian bulan atau lepas mimpi ini dan menunggu kesempatan selanjutnya.

Sekian cerita saya soal cinta di bulan ini. Semoga awet terus nikmat mencintai dan dicintai karena sudah tahu apa yang harus dilakukan ketika mulai terasa hambar.

2 comments: