Thursday, March 31, 2016

Teman Dekat

Sudah lama saya nggak ngobrol sesuatu yang beda. Apa tuh maksudnya? Apa ya saya juga bingung bilangnya gimana. Jadi biasanya saya itu selalu punya jawaban atau respons default untuk sebuah obrolan. Nah, kadang ada orang tertentu yang bisa bawa sebuah topik sampai saya bingung harus respons apa. Bukan bingung sih, karena agak kaget, jadinya saya merespons sesuatu yang belum saya pikir matang gitu. Belum saya yakini penuh kebenarannya. Ya. Begitu maksud saya.

Salah satu orang yang saya maksud di atas adalah Mbak Ita. Pagi ini beliau kasih kabar kalau hendak ke Bandung. Kami bertemu sebentar siang hari, kemudian nanti malamnya beliau berencana nebeng nginep. Terus pas saya mau makan malam sama Astari, beliau ternyata udah beres bimbingan. Jadilah kami makan bertiga. Akhirnya mereka berdua bertemu. Dua orang teman dekat saya dari lingkaran yang berbeda.

Selesai makan, saya jalan pulang sama Mbak Ita. Saya tanya, "Gimana, Astari sesuai sama bayangan Mbak nggak?"

"Dia lebih polos dari Suy ya"

"Lah iya lah, emangnya aku polos?"

"Iya kamu nggak polos, makanya dia lebih polos dari kamu."

#nowlistening Dekat - Pulang

Terus berlanjut ke saya yang cerita tentang "keanehan" Astari yang kelewat baik sampai bikin khawatir. Hingga muncul,

"Jarang loh orang baik kaya gitu Mbak, jadi kalo ketemu mesti dijaga bener-bener."

"Kalo kita list temen deket kita dari zaman dulu ya Suy, bakal keliatan kalau ketemu orang yang kaya orang-orang-itu itu susah, jarang."

"Iya. Terus kayanya semua orang di list itu punya satu fitur utama yang sama, sedangkan fitur sisanya beda buanget. Karena emang yang kita cari si fitur utama itu."

Nah yang terakhir itu saya yang ngomong. Sambil kepala muter berbagai macam rekam kenangan muka-muka orang terdekat dari dulu sampai sekarang. Saya nggak ngerti saya ngomong apa sebenernya. Sampai sekarang pun nggak yakin itu bener-bener pendapat saya apa asal ceplos doang. Saya nggak ngira topiknya ke situ.


Sebenernya inti tulisan ini bukan semua yang di atas tadi loh. Sejujurnya saya mau bilang kalo saya lagi malas pasang muka saya di keramaian. Kalau lagi mood ga enak gini, yang saat ini sudah berumur dua hari, kayanya segala yang dilakukan orang jadi salah. Daripada membahayakan perasaan orang lain, mending sendirian dulu aja. Haha.

Kemarin saya kepergok Astari lagi bengong pas makan malam di mamang sate di Gelap Nyawang. Kok ya dia sadar aja. Nah, karena cerita ini ga seru, jadi saya cerita yang tentang teman tadi deh. Gitu.

Udah ah hahaha. Album Silver Painted Radiance-nya Adhitia Sofyan enak btw.

#nowlistening Adhitia Sofyan - Home Away from Home
Read More

Wednesday, March 30, 2016

Untitled eps. 3

Sensasi ini sudah berkali-kali muncul, tapi kok ya nggak kebal juga. Sensasi entah apa itu namanya. Sensasi ini muncul sebagai tanda. Tanda bahwa sudah ada usaha-usaha yang dilakukan meski hasilnya belum keliatan. Belum loh ya. Bukan enggak.

Yaudah. Sedih tapi tahu kalo ga boleh sedih.

Buat menghibur diri, selain tidur panjang, saya ganti desktop background-nya laptop.

Daag
Read More

Sunday, March 27, 2016

Batman v Superman: Dawn of Justice Movie Review

Hey hello.

I would like to share my thoughts about this movie I watched last Wednesday, Batman v Superman. There are lots of reviews in the internet, so writing one couldn't be that hard. Well, it's hard though.

I am not a fan of Superman, but I love Batman that much. So this movie has a medium to high expectation to begin with. And after watching, it pretty much meets the expectation.

I love the first half of the movie, they explain everything that we should know about the men in the movie title, and why Bruce hate Superman. A solid ground. But then the tense start to build up. The movie get so serious, Bruce appeared as a man with obsession. Alfred came to calm him but not given any chances to do much (I love Alfred btw). And the battle begin.


I do not like to watch a fight scene, especially the one that is too destructive. If you want to do it, do it with style. This movie doesn't apply the both of them: destructive without style. I just want it to end as soon as it started. Disturbing lights, urgh hated it.

During the fight, we can't see the characters as they are. I mean they're just there fighting, with no emotion. The only character I love is Lex Luthor that seems like having fun being there in the movie. LoLa and Clark doesn't look like a couple of lover judging from this movie alone. They don't have enough time together on the screen to show us how much they love each other. And Martha making jokes, just stop there ma'am, don't you ever try to do it again. 

This movie is all entertaining before the fight become too destructive and boring and give a predictable result. I love how the movie give values to every character (especially the scene Kevin Costner appeared), but sadly the value sometimes forgotten because the focus is shifted, too much into the fight.

Pardon the not-so-good English.
Read More

Saturday, March 26, 2016

Pluok-Pluok

"Geng" saya zaman SMP ini biasanya kumpul hanya saat libur Ramadhan. Bukan juga sih, terakhir ketemu Ramadhan dua tahun lalu bahkan. Nama grup line-nya pluok-pluok, entah bahasa buatan Fitria atau Wida, artinya apa juga saya nggak begitu mengerti. Nama itu sudah ada sejak kami kelas 9 SMP dulu. Nah, hari ini kami ketemuan dan main. Agenda ini direncanakan udah agak lama, disesuaikan dengan available-nya Fadhilah dan Hutami di Bandung.

nggak janjian tapi warnanya kompak senada

Meski Pursita dan Fitri ga bisa hadir, rencana tetap jalan. Berkumpul di basecamp lalu caw ke dusun bambu, lanjut ke Karnivor. Sepanjang perjalanan yang diomongin buanyak sekali. Mulai dari pertanyaan standar kalo ketemu temen lama semacam "gimana TA?" dan "koas di mana?", catching up dengan isu-isu terkini dari temen-temen SMP, sampe ke hal-hal yang nggak ngerti kenapa tiba-tiba bisa dibahas panjang banget. Pertemuan kami berakhir jam setengah sembilan malam, setelah menjenguk Fitri yang sedang sakit, makan malam gratis di rumah Hutami, kajian kemahasiswaan (ngeri kali), dan lain-lain. Rasanya singkat sekali ga ketemu dua tahun cuma dibayar ketemu 10 jam. Lain kali harus ada nginep sih biar lebih panjang durasi chit-chat-nya.

Fadhilah, Fitria, Hutami, Wida, Yusrina, Nuning
Nebeng foto pake handphone Fitria, mengabadikan bertemunya nomor absen 41 dan 42.

41 Wida dan 42 Yusrina

Terus saya mau kasih kabar, gara-gara ingin ditag di Path, saya bikin Path HAHAHA. Menyambung kelakuan Aghnia yang bikinin saya Instagram buat nge-like foto-foto dia, bertambah lagi lah media sosial yang saya punya. Ada-ada aja
Read More

Friday, March 25, 2016

Sate Maranggi Cibungur

Hai. Saya mau share salah satu tempat makan sate maranggi khas Purwakarta seperti yang pernah saya ceritakan di post ini.

Tempat yang plangnya bertuliskan Sate Maranggi Haji Yetty tapi tulisan di menunya Sate Maranggi Cibungur ini berlokasi di Jalan Raya Cibungur Purwakarta, keluar Gerbang Tol Sadang, di kanan jalan. Tempatnya luaaaaas sekali. Bakarannya banyak dan masing-masing ukurannya agak gigantik dibanding punya mamang sate pada umumnya. Selain itu, jumlah sate yang udah ditusuk dan siap bakar juga banyak banget. Mungkin karena itulah pelayanan di sini cepet banget. Baru pesen, eh langsung datang satenya. Nggak langsung juga sih, ya nunggu bentar lah. Ibu saya menghitung banyak pegawai yang sedang bekerja nusuk-nusukin sate, jumlahnya sampai menyentuh angka 25 orang. Luar biasa ya.


Sate di sini disajikan tanpa bumbu kacang, tanpa bumbu kecap, pakai sambal tomat yang katanya pedas (saya nggak coba). Bukan sambal tomat yang dihalusin gitu, ini tomatnya diiris-iris gitu besar-besar. Nggak pakai sambal dan bumbu-bumbu itu pun, sate ini udah enak banget. Empuk, manis, gurih, rempah, semuanya pas. Gaya ya saya ngomongnya, sok ngerti haha. Untuk sepuluh tusuk sate maranggi sapi harganya Rp 40.000,00. Kata saya sih lebih enak dari Pak Gino. Tapi ya barangkali itu karena saya udah lupa rasa sate Pak Gino ya haha. Saya nyobain sop dan gulenya. Enak juga. Dabest. Nasi timbelnya pulen. Bikin makan banyak pun rasanya nggak kenyang haha. Enak sih.

Udah ah. Oya, satu yang istimewa dan sangat luar biasa. Di menunya, Es Kelapa ditulis duluan dibanding Sate Maranggi.
Dan.
Enak banget.
Serius.
Meski harganya Rp 20.000,00 segelas, kamu ga akan nyesel. Sungguh luar biasa sih. Kelapanya nggak terlalu muda dan nggak tua-tua amat jadi ya gitu enak lembut haha. Es jeruk + kelapa lebih enak lagi sih, tapi ya lebih mahal. Gelasnya lucu, pake mok merek Maspion gitu. Pernah lihat ngga?



Sampai jumpa.
Read More