Tuesday, December 23, 2014

Goodreads Challenge 2014

Tahun 2014 sebentar lagi berakhir. Oleh karena itu, saya mau cerita soal keberhasilan saya menyelesaikan Goodreads 2014 Reading Challenge setelah tahun sebelumnya gagal. Pasang targetnya memang agak kecil sih, cuma 20 buku hehe

Kendala terbesar saya menyelesaikan tantangan ini adalah setiap selesai baca sebuah buku, saya sering lupa update. Jadilah saya lupa tanggal bacanya kapan. Padahal syarat Goodreads hitung buku yang kita masukkan itu termasuk challenge adalah kalau kita set tanggal selesai dibacanya. Maka inilah 22 buku yang berhasil saya baca (dan update) tahun ini
Dalam satu tahun, periode membaca saya bagi jadi 3 term. Term 1 pada awal tahun yaitu sekitar Januari saat masih libur semester, Term 2 pada tengah tahun sekitar Juni-Agustus saat akhir tahun ajaran, dan Term 3 pada Desember saat selesai UAS semester ganjil. Tahun ini, Term 1 saya baca 8 buku, Term 2 saya baca 12 buku, dan curi-curi pas masih kuliah 1 buku (ups). Udah 21 kan tuh? Nah Term 3 ini baru baca 1 buku karena official selesai UAS itu kemarin, 22 Desember 2014. Semoga aja masih bisa nambah sampai tanggal 31 nanti biar tahun depan bisa berani pasang target 40 buku.

Sebenarnya komik yang saya baca juga banyak. Cuma kalo komik saya updatenya di mangaupdates jadi tidak termasuk challenge haha
Read More

Monday, December 22, 2014

Menjadi Manajer

Sejak pukul 9 pagi hingga 1 siang hari ini, saya mencari nafkah untuk acara besar unit kegiatan mahasiswa yang saya ikuti di kampus. Caranya dengan berkeliling sekitar Jalan Riau menawarkan iklan di buku acara, iklan audiovisual, dan penyewaan stand di bazaar.
sebenernya bukan proposal yang ini, tapi daripada ga ada gambar haha

Dari jalan-jalan mencari uang ini, saya baru tahu kalau manajer itu datang ke restorannya siang hari. Saya pikir asyik juga ya jadi manajer, paginya bisa santai-santai. Tapi gatau juga sih sebenernya beliau-beliau itu ngapain pagi-pagi, meeting kali ya sama owner. Ingin deh suatu saat nanti jadi manajer sebuah perusahaan atau owner restoran haha
Read More

Sunday, December 21, 2014

The Hobbit: The Battle of the Five Armies

Tadi malam saya nonton di bioskop untuk ketiga kalinya dalam dua minggu terakhir. Hari kamis nonton Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh, Senin nonton Stand By Me Doraemon, dan Sabtu nonton The Hobbit: The Battle of the Five Armies. Nah, film terakhir itu yang mau saya ceritakan sekarang. Tapi ada intronya dulu ya haha.

Sebelum Nonton

Sore itu ada acara di himpunan yang membuat saya harus keluar kosan menerjang hujan. Isi acaranya main CounterStrike (CS) bareng, nonton Kick Ass dan Stand By Me Doraemon, serta bakar-bakar jagung. Waktu berjalan lambat karena dingin dan suasana yang sepi. Tiba-tiba datang ajakan spontan dari Reinhart untuk nonton The Hobbit saat itu juga. Katanya sih ada promo Beli 2 Gratis 1 untuk pemegang kartu debit sebuah bank kalau beli tiketnya sebelum 21.00. Tentu saja saya mengiyakan. Tinggal cari satu orang lagi.

Setelah terbentuk tim--terdiri dari tiga orang, Reinhart, Faris, dan saya--langkah selanjutnya adalah mengecek jadwal film. Hanya ada empat film untuk hari itu, dua sudah saya tonton sebelumnya (paragraf 1), The Hobbit 3, dan Pendekar Tongkat Emas. Saat cek jadwal ini, diketahui ternyata Faris tidak setuju untuk nonton The Hobbit. Alasannya karena belum pernah nonton 3 LOTR dan 2 The Hobbit sebelumnya--dapat dimaklumi. Sebagai solusi kami pilih Pendekar Tongkat Emas setelah sesi penilaian melalui trailernya terlebih dahulu. Waktu telah menunjukkan pukul 20.30. Filmnya mulai 21.00. Biar dapet promo harus beli sebelum 21.00. Kami bertiga buru-buru atur strategi biar cepat sampai lokasi.

Strategi: Digunakan dua motor milik saya dan Reinhart. Reinhart antar saya ke kosan untuk ambil motor, Faris jalan ke gerbang kampus. Setelah ambil motor saya langsung ke lokasi untuk beli tiket agar tetap kena promo, Reinhart menjemput Faris, isi bensin, cari helm tambahan, kemudian menyusul ke lokasi.

Saya tiba di lokasi 21.15. Terlambat karena film sudah mulai dan promo telah lewat. Kemudian tersadar handphone saya mati karena habis baterai. Tidak dapat membuat keputusan karena tidak dapat menghubungin siapapun dan sendirian di keramaian bioskop membuat saya panik.
Reinhart dan Faris tiba 21.20. Ternyata mereka sudah punya keputusan jika terlambat, nonton The Hobbit saja. Dan ternyata lagi, promonya masih ada. Hurray

Saat Nonton (awas spoiler)

Awal film The Hobbit 3 ini jadi akhir dari film kedua tentang marahnya Smaug. Sama seperti 5 film sebelumnya, kebanyakan isi film ini adalah perang dan berantem. Bard muncul di awal untuk mengalahkan Smaug. Galadriel, Saruman, dan bapak-elf-lupa-namanya berantem buat ngalahin Sauron untuk menyelamatkan Gandalf. Thorin ngajak berantem Elves dan orang-orang LakeTown karena gamau membagi hartanya. Terus dateng sepupunya Thorin bersama pasukan dwarfs mau bantuin perang. Eh dateng lagi satu pasukan Orcs ngajak perang. Belum selesai perang, datang lagi pasukan Orcs dari Gundabad. Yaudah perang terus.

Tapi tetap aja suka meski bikin bosan.
Skripnya seru apalagi kalau ada Bilbo dan Alfrid. Bilbo jujur dan kata-katanya agak nyentrik, Alfrid ga jelas ngapain di film tapi selalu lucu, dan cinta segitiga Kili, Tauriel, dan Legolas yang ga menyentuh-menyentuh amat tapi lumayan oke. Suka sih sama akting Taurielnya bagus banget. Thorin yang kena penyakit naga harusnya bisa bikin seru (dan memang bikin seru), sayang penyebab dia kembali menjadi Thorin yang dulu agak ga jelas dan terlalu tiba-tiba.

Yang kurang dari film ini adalah Bilbo dan Gandalf yang jarang muncul. Apalagi Gandalf yang pas muncul pun ga dapet bagian yang penting, Paling pas ngasih tau ada pasukan Orcs datang dan dibagian akhir pas negur Bilbo soal cincin aja yang lumayan berkesan Gandalfnya. Oya satu lagi yang kurang, perasaan pasukan musuh gampang banget kalahnya. Kalo Legolas sama Thorin yang diserang macem-macem ga mati-mati. Jadi agak kesel haha. Apalagi pas Legolas slow motion naikin reruntuhan, kesel banget. Eh satu lagi deng, saya ga nangis di film ini. Itu berarti drama (yang menurut saya merupakan unsur penting sebuah film) di film ini kurang dan penokohan karakter-karakter yang mati kurang bagus. Soalnya saya pasti nangis deh tiap ada karakter tercinta yang mati atau nangis, kebawa perasaan gitu.


Saya termasuk dalam kategori lumayan-penggemar LOTR dan The Hobbit. Maka saya menaruh ekspektasi besar pada film ini. Kesimpulannya ekspektasi saya lumayan terbayar, lumayan lho ya. Tapi karena saya lumayan-penggemar jadi mesti banget nonton sih haha.
Read More

Saturday, December 20, 2014

Supernova

ini poster filmnya
Kali ini saya ingin menulis soal protes saya terhadap film yang baru rilis minggu lalu, Supernova: Ksatria, Putri, & Bintang Jatuh. Sebenernya bukan protes juga sih, unek-unek aja haha

Kalau dilihat dari record di akun goodreads, saya baca versi novelnya tepat dua tahun lalu, 19 Desember 2012.Waktu itu saya merasa bagian awal novel ini terlalu berat, tapi bukan merupakan masalah. Tinggal gunakan teknik baca cepat skimming, saya bisa langsung masuk ke bagian yang lebih manusiawi. Namun sayangnya, hal ini tidak dapat saya lakukan saat menonton film di bioskop.

Habis ini banyak spoiler.


ini cover novelnya
Di awal film (saya telat sekitar 10 menit), saya bertemu dengan dua orang yang sedang mengobrol. Yang pria dapat saya pastikan adalah Re. Tampilannya yang seperti managing director dan sisa kenangan dari film 5 cm, bahwa Junot adalah pujangga, meyakinkan saya. Yang wanita saya tidak kenal. Butuh waktu beberapa detik lebih lama untuk meyakinkan saya bahwa dia adalah Rana. Entah karena Rana dalam otak saya secara fisik tidak cocok dengan Rana di layar, atau memang aktingnya yang kurang pas.

Saat mereka berdua makan siang, saya menyaksikan dua orang yang sedang membaca skrip film. Tidak terasa Rana yang sedang menceritakan kegetiran hidupnya atau Re yang melontarkan pertanyaan berisi rasa tertarik yang mulai tidak wajar. Kalau saya tidak baca novelnya, hampir tidak mungkin saya percaya bahwa mereka akan menjadi sepasang kekasih.

Setelah itu saya bertemu Arwin di meja makan. Kalau ini saya langsung tahu. Dari caranya memperhatikan Rana, saya tahu dialah suami Rana. Tapi hanya sampai sini saya terkesan. Pada bagian peran penting Arwin dalam cerita, yang membuat saya menangis saat membaca novelnya, kata-kata yang keluar dari mulutnya seperti hasil menghafal untuk ujian, tanpa perasaan.

Reuben dan Dimas saya tidak bisa berkata apa-apa. Tak terbayang seperti apa suasana membuat novel bersama kekasih haha. Tapi tampaknya mereka memang saling mencintai.

Untuk Diva, saya suka dengan glamor dan keangkuhannya. Suka juga sama tatapan matanya yang disebut 'tidak hanya tajam, tapi juga seketika membelah'. Sayang beribu sayang, kalau lagi bicara agak cadel jadi kurang enak pas ngomong panjang-panjang. Tampang berpengetahuan tinggi juga tidak muncul saat dia sedang dalam posisi memberi petuah. Yang saya heran, diva berhasil membuat saya sangat percaya dia koki dan tukang kebun yang baik. Entah karena apa haha. Sayang di film ga ada bolu pandan.

Meski saya merasa para pemeran filmnya kurang mendalami tokoh yang diperankan, tetap saja ada adegan favorit yang menurut saya kerasa asli.

  • Saya suka pas Rana diem bengong didepan kantor setelah di drop-off sama mas Arwin dan pas Rana nyetir pulang dari rumah orang tuanya. Kerasa banget kalo dia banyak pikiran
  • Adegan Arwin favorit pas ngobrol sama Rana di meja makan pertama kali, seisi studio 1 kayaknya ketawa deh dengar isi hati Rana saat menimpali pertanyaan Arwin.
  • Untuk adegan Re saya suka pas di hotel pamit mau meeting dan pas nahan Rana biar ga pulang ke rumah. Pokoknya pas Re lagi marah.
  • Adegan Reuben-Dimas paling berkesan pas pegangan tangan di akhir haha, Bikin perasaan gimana gitu.
  • Diva seru pas diem, benerin pot, dan bikin teh. Terasa dia tokoh hidup yang bukan dewa.

Anyway, selain yang disebutkan di atas, saya suka banget sama animasi/kartun di awal film. Meski dengan berat hati saya harus sarankan narator yang dipilih harusnya bisa lebih merdu dan menghayati untuk animasi sebagus itu.

Setelah selesai ditulis, ternyata isi tulisan ini bukan protes ya. Saya suka dengan detail yang ditulis di novel dan direalisasikan di film. Saya suka hal detail sih memang. Sayang deh adegan-adegan utamanya kurang dapet feel. Padahal bisa jadi bagus nih filmnya. Udah ah itu aja. Bye
eh lupa, rasanya film ini kaya lanjutan 5 cm ga sih?
Read More

Sunday, July 27, 2014

Satu Hari di Bulan Januari

Ini bukan mau menyaingi lagu milik Tulus, bukan.

Sudah tiga hari ini saya olahraga sore-sore. Tapi baru hari ini Ayah saya komentar soal muka saya yang jadi merah setelah olahraga. Karena komentar itu saya jadi ingat satu hari di bulan Januari.

Sore itu saya lari 6 keliling trek lari sarana olahraga milik kampus. Bukan karena ingin kurus melainkan karena ingin mendapatkan nilai A dalam matakuliah olahraga, ngasih tau doang sih haha. Nah, rencana saya sebelumnya untuk segera pulang setelah latihan lari digagalkan oleh sebuah sms jarkom yang isinya meminta seluruh panitia cabang atletik berkumpul di kampus hari itu, jam 5 sore.

Di kumpul itu yang datang cuma saya dan Elisa, serta tentu saja orang yang mengundang kami hadir, si Head Section (HS) alias kepala cabang atletik. Ada satu orang lagi sih, dari kata-kata berbahasa Inggris yang dia ucapkan, sepertinya bukan orang Indonesia.

"Hei kalian berdua, kenalan dulu dong ini temen gua", HS manggil saya dan Elisa untuk mendekat ke mas bule.

Lalu mas bule dan Elisa kenalan. Terus giliran saya.

"Hi, I'm Yusrina", saya bilang. Terus mas bule balas dengan mengucapkan namanya. Saya lupa namanya, maaf ya mas.

"She is the most beautiful woman i've ever met, you know", HS tiba-tiba ngomong ke mas bule, tapi sambil ketawa-ketawa bukan pake muka serius kaya FTV gitu. Saat itu saya masih berdiri di sebelah mereka berdua yang lagi bersandar ke pagar sambil liatin orang main basket di lapangan.

fyi, pagar yang dimaksud yang ada pot tanamannya itu
"Well yes she is" ini mas bule yang ngomong, kayanya terpaksa
"tuh kan kata dia juga", HS nyambung omongan mas bule sambil ngeliat ke saya.
"Look she's blushing. make her prettier" HS nunjuk saya sambil noleh ke mas bule sambil cengar-cengir
"hahaha yes she's blushing" kayanya emang mas bule ikutin aja apa kata HS.
Elisa yang lagi duduk 2 meter di belakang saya ketawa-ketawa sambil bilang "ciee" berkali-kali.

Padahal muka saya memang merah dari awal cerita tadi, karena saya habis latihan lari. Ya kan?

Udah deh beres ceritanya. Mas bule terus pergi entah ke mana. Kami bertiga kumpul ngomongin pertandingan atletik yang sempat ditunda karena hujan. Tentu saja sebelum kumpul dimulai, HS masih sempat ngebahas yang tadi

"Anak atletik banget sih, rajin amat lari."
"Cie dibilang cantik sama bule."
"Cie mukanya merah."
dll. Oya ada backsoundnya Elisa ketawa-ketawa.

Btw orang bilang perempuan punya ingatan yang kuat soal hal remeh. Sepertinya memang benar dibuktikan dengan cerita yang terjadi 1.5 tahun lalu ini.
Read More