Jakarta Kota Termacet di Dunia?
Selain banjir, kemacetan merupakan masalah yang
telah menjadi momok utama kota metropolitan Jakarta sejak lama. Bahkan kota
Jakarta disebut sebagi kota dengan lalu lintas terburuk di dunia versi survey Stop-Start yang dikeluarkan oleh Castrol Magnatec.[1] Berdasarkan
prediksi Study on Integrated Transportation
Master Plan Phase II (SITRAMP II), Jakarta akan mengalami kerugian materiil
hingga Rp 65 Triliun per tahun 2020 jika masalah kemacetan tidak berhasil
diurai.[1]
Seiiring dengan pertambahan jumlah kendaraan
bermotor di Jakarta, tingkat kemacetan meningkat. Hal ini disebabkan pertambahan
luas jalan tidak berbanding lurus dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor.
Berdasarkan data Ditlantas Polda, sepanjang tahun 2012 tercatat sekitar 13.5
juta kendaraan di Jakarta. Jumlah ini meningkat sehingga pada 2013 tercatat
sebanyak 14.9 juta kendaraan di Jakarta atau peningkatan sebesar 10.37 persen. Sedangkan
pertumbuhan jalan sejak 2010 (6866 km) hingga tahun 2013 (6956km) hanya sebesar
0.13 persen.[3]
Apa yang terjadi dalam jangka pendek dan jangka panjang
jika masalah kemacetan ini tidak diselesaikan?
Dalam jangka pendek, kemacetan akan memicu timbulnya
tindakan indisipliner dari para pengguna jalan. Tindakan ini akan memicu
kemacetan sehingga yang terjadi adalah lingkaran masalah tanpa jalan keluar.
Sedangkan untuk jangka panjang, kemacetan akan menimbulkan penurunan
produktivitas kerja. Hal ini disebabkan terlalu banyak waktu yang terbuang di
perjalanan dari dan menuju lokasi kerja. Tentu saja hal ini akan berujung pada
kerugian secara materiil.
Solusi apa yang ditawarkan pemerintah?
Untuk mencegah terjadinya kemacetan karena
pelanggaran lalu lintas, pengawasan tindakan indisipliner telah dilakukan oleh
kepolisian dengan melakukan patroli. Digunakan pula trik membuka dua kali lampu
hijau di jalan yang macet, meski bukan merupakan solusi yang baik untuk jangka
panjang karena hanya dapat mengurangi kemacetan pada situasi tertentu. Diperlukan
kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk mengurangi kemacetan dengan membatasi
jumlah kendaraan di jalan dan meningkatkan penggunaan transportasi publik.
Selain dengan penambahan fasilitas dan peningkatan
kenyamanan, kampanye untuk menggunakan transportasi publik harus diiringi
dengan usaha menekan angka pertumbuhan kendaraan. Hal ini dilakukan agar terjadi
perubahan tren moda transportasi andalan, dari transportasi pribadi ke
transportasi publik. Upaya pembatasan jumlah kendaraan di ruas jalan telah
dilakukan dengana diterapkannya kebijakan three
in one dan pembatasan kendaraan tertentu di beberapa ruas jalan. Langkah
baru yang saat ini sedang diupayakan oleh pemerintah Jakarta adalah penerapan Electronic Road Pricing (ERP).[2]
ERP telah diterapkan di Singapura sejak September
1998.[2][4] Dengan menerapkan ERP, keberhasilan program menggunakan
transportasi publik menjadi lebih tinggi. Dengan menerapkan tarif berbeda-beda sesuai
kondisi kemacetan lalu lintas, pemilik kendaraan pribadi akan berpikir ulang
saat menentukan rute yang dilewatinya. Hal ini akan mengurangi penggunaan jalan
pada peak hour sehingga dapat
mengurangi kemacetan.
Sumber:
[1]
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/05/10343151/Jakarta.Kota.Termacet.Ini.Komentar.Dirlantas.Polda.Metro
diakses pada 6 September 2015
[2]
http://www.beritasatu.com/dunia/277422-ini-cara-singapura-tekan-jumlah-kendaraan-pribadi.html
diakses pada 6 September 2015
[3]
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150205080425-20-29789/peningkatan-jumlah-kendaraan-disebut-sebagai-biang-kemacetan/
diakses pada 6 September 2015
[4]
https://en.wikipedia.org/wiki/Electronic_Road_Pricing
diakses pada 6 September 2015
0 comments:
Post a Comment